KALAMOEDA.COM, Bandung – Kita sepakat bahwa kemajuan teknologi digital telah mengubah cara pandang dan juga hidup. Mulai dari cara kita bekerja hingga berbelanja, banyak pola yang telah diubah seiring dengan berkembangnya teknologi.
Namun, apakah kita sadar di balik cahaya layar yang menawarkan banyak kesenangan, justru tersirat kegelapan yang menggerogoti moralitas secara perlahan? Sejatinya era digital bukan sekadar membawa revolusi informasi, tetapi juga membuat nilai-nilai moral dan sosial terdegradasi.
Saat ini, generasi kita tumbuh dengan maraknya kekerasan verbal di media sosial, tutur kata yang tidak santun, konten vulgar, dan budaya viral yang nihil substansi ilmu pengetahuan. Akankah kita tiba pada masa dimana menilai baik dan buruk itu tidak dengan nurani, tetapi berdasarkan jumlah like dan followers?
Ironisnya, degradasi moral di media sosial ini seolah sudah dinormalisasikan. Yang mengikuti dianggap up to date, sementara yang diam dianggap ketinggalan zaman.
Orang tua lepas tangan, pendidikan formal terjebak kurikulum kaku, dan negara lebih sibuk mengawasi kritik ketimbang memperbaiki kualitas literasi digital rakyatnya menjadi lebih baik.
Alhasil, moralitas kini terpinggirkan, ditinggalkan oleh masyarakat yang terpikat pada kecepatan dan juga kemajuan, tetapi kehilangan kedalaman. Lebih tertarik pada konten viral dan kehidupan selebriti daripada mempertanyakan eksistensi dirinya sendiri. Lebih tergerak untuk mengetik ujaran kotor dan sengit ketimbang berdiskusi menggunakan bahasa tinggi yang dibalut dengan diksi.
Kita tidak bisa lagi menunggu. Belum terlambat bagi kita untuk kembali memaknai kemajuan sebagai jalan menuju peradaban yang lebih baik, bukan sekadar kemudahan. Sudah saatnya kita turun aksi bukan untuk mengutuk teknologi, tetapi untuk memanfaatkannya dengan menggunakan nalar dan nurani.
Anisa Triani telah berkontribusi pada penulisan ini