KALAMOEDA.COM, Bandung – Kawasan konservasi laut Raja Ampat saat ini tengah menjadi perhatian setelah terungkapnya pencemaran lingkungan akibat aktivitas penambangan nikel. Akibatnya, Kementerian Lingkungan Hidup menghentikan sementara semua aktivitas tambang nikel tersebut pada Kamis (5/6/2025).
Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Fasiol Nurofiq menjelaskan bahwa ada empat perusahaan pertambangan yang aktivitasnya diduga mengakibatkan dampak lingkungan yang serius, yaitu PT Gag Nikel (PT GN) di Pulau Gag; PT Anugerah Surya Pratama (PT ASP) di Pulau Manuran; PT Kawei Sejahtera Mining (PT KSM) di Pulau Kawei; serta PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) di Pulau Manyaifun dan Pulau Batang Pele.
Hanif meyebutkan bahwa kegiatan tambang nikel di Kabupaten Raja Ampat ini berpotensi menyebabkan pencemaran berat terhadap ekosistem laut maupun darat.
“Terjadi potensi pencemaran lingkungan hidup dan landscape yang terganggunya biodiversitas di Raja Ampat,” ungkapnya dalam konferensi pers di Jakarta pada Minggu (8/6/2025).
Salah satu kerusakan besarnya terjadi di wilayah PT ASP. Kolam pengendapan milik perusahaan tersebut dilaporkan mengalami kerusakan dan mengakibatkan sedimentasi yang tinggi di perairan sekitar Pulau Manuran. Akibatnya, garis pantai menjadi keruh dan terkontaminasi oleh lumpur dari tambang.
“Pada saat dilakukan pengawasan memang ada kejadian settling pond dan jebol. Dan ini memang menimbulkan pencemaran lingkungan, kekeruhan pantai yang cukup tinggi. Ini tentu ada konsekuensi yang harus ditanggungjawabi oleh perusahaan tersebut,” tegas Hanif.
Tim pengawas KLHK juga menemukan tanda-tanda pelanggaran batas lahan di lokasi operasi PT KSM. Pengelolaan lahan lebih dari 5 hektare sesuai dengan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) terdeteksi di Pulau Kawei, yang saat ini makin gundul akibat penebangan hutan.
Anisa Triani telah berkontribusi pada penulisan ini
Sumber: Tempo.co, Detikbali.com